Kontroversi Bendera One Piece di Acara Resmi: Antara Kreativitas dan Simbolisme Nasional

Kontroversi Bendera One Piece di Acara Resmi: Antara Kreativitas dan Simbolisme Nasional

Beberapa hari terakhir, jagat maya Indonesia dihebohkan oleh munculnya gambar dan video dari sebuah acara resmi yang menunjukkan penggunaan bendera bergambar simbol bajak laut dari anime One Piece. Simbol tengkorak dengan topi jerami yang identik dengan kru bajak laut Topi Jerami (Straw Hat Pirates) ini tampak dikibarkan di salah satu panggung acara yang diadakan di kawasan Jakarta Selatan. Sontak, peristiwa ini menimbulkan perdebatan publik, khususnya di media sosial.

Apakah penggunaan bendera ini sekadar bentuk ekspresi budaya pop, atau justru mencoreng simbol kenegaraan karena ditampilkan bersanding dengan Bendera Merah Putih?

Kronologi Kejadian

Acara yang dimaksud adalah “Festival Kreativitas Pemuda 2025”, yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas pemuda bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Festival ini menampilkan berbagai pertunjukan seni, cosplay, lomba kreatif, serta pameran UMKM lokal. Acara yang berlangsung selama tiga hari ini menarik ribuan pengunjung dari berbagai kalangan, khususnya penggemar budaya pop Jepang.

Kontroversi muncul ketika dalam salah satu sesi pertunjukan cosplay, sebuah bendera besar bergambar tengkorak bertopi jerami dikibarkan berdampingan dengan Bendera Merah Putih. Banyak yang menyangka bahwa bendera tersebut adalah bagian dari atribut acara. Namun, foto-foto yang tersebar menimbulkan kekhawatiran karena posisi dan perlakuan terhadap bendera fiksi tersebut dianggap sejajar dengan lambang negara.

Reaksi Publik

Reaksi masyarakat pun beragam. Di media sosial seperti X (sebelumnya Twitter), Instagram, dan TikTok, tagar #BenderaOnePiece dan #MerahPutihTidakUntukDisandingkan menjadi trending.

Beberapa netizen menyuarakan kemarahan mereka. Mereka menganggap bahwa simbol kebangsaan seharusnya tidak disandingkan dengan simbol fiksi apapun, apalagi yang berkaitan dengan bajak laut. Berikut beberapa komentar netizen:

“Bendera negara itu sakral, jangan samakan dengan anime!”
— @merdeka_indonesia

“Kreatif boleh, tapi tahu batas. Jangan lecehkan simbol negara.”
— @nasionalismeID

Namun tak sedikit pula yang membela penyelenggara, menyatakan bahwa ini hanya bentuk ekspresi seni dan tidak dimaksudkan untuk merendahkan negara.

“Itu cuma cosplay. Jangan lebay. Bendera One Piece bukan bendera bajak laut sungguhan.”
— @animeindo_lovers

“Kreativitas anak muda jangan langsung dimatikan karena salah paham simbol.”
— @kreatifmuda25

Tanggapan Penyelenggara

Ketua panitia Festival Kreativitas Pemuda, Ardiansyah Mahendra, dalam konferensi pers menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat yang merasa tersinggung. Ia menyatakan bahwa penggunaan bendera One Piece adalah bagian dari pertunjukan cosplay bertema “Kebebasan dan Petualangan”, dan tidak dimaksudkan untuk merendahkan simbol negara.

“Kami tidak bermaksud menyamakan atau menyandingkan bendera fiksi dengan bendera negara. Posisi bendera hanya kebetulan berada dekat karena kebutuhan panggung,” jelas Ardiansyah.

Pihak penyelenggara juga menyatakan siap mengikuti prosedur klarifikasi jika diminta oleh pihak berwenang.

Respons Pemerintah dan Ahli

Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memberikan tanggapan resmi bahwa mereka menghargai semangat kreativitas generasi muda, namun mengimbau agar penggunaan simbol budaya pop harus tetap memperhatikan norma dan nilai-nilai nasional.

“Kami mendukung inovasi dan semangat anak muda, tapi juga penting untuk memahami konteks dan sensitivitas simbol kenegaraan,” ujar Sekretaris Kemenpora dalam pernyataan tertulis.

Sementara itu, seorang ahli semiotika dari Universitas Indonesia, Dr. M. Satrio Nugroho, menyatakan bahwa bendera dalam budaya memiliki makna simbolik yang kuat, dan penempatan visual bisa memengaruhi persepsi publik.

“Bendera bukan sekadar kain, tapi simbol identitas dan perjuangan. Jika disandingkan dengan simbol fiksi, apalagi yang berkaitan dengan bajak laut, bisa ditafsirkan negatif,” jelasnya.

Namun ia juga menambahkan bahwa dalam konteks seni dan budaya pop, penting untuk tidak bersikap terlalu reaktif.

Aspek Hukum: Apakah Melanggar?

Secara hukum, Pasal 24 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara menyebutkan bahwa siapa pun yang “mengibarkan bendera selain Merah Putih sebagai bendera negara” di tempat umum dapat dianggap melanggar etika kenegaraan.

Namun, para pengamat hukum menilai kasus ini masih berada di area abu-abu. Karena bendera yang dimaksud bukan dikibarkan sebagai lambang negara, melainkan sebagai bagian dari pertunjukan budaya.

“Kalau konteksnya pertunjukan dan jelas itu bendera fiksi, maka belum tentu masuk pelanggaran hukum. Tapi sebaiknya tetap diberi peringatan agar lebih bijak ke depannya,” ujar pengamat hukum, Feri Nugraha.

Pembelajaran

Peristiwa ini menjadi cerminan pentingnya edukasi budaya dan nasionalisme di era digital. Generasi muda Indonesia saat ini tumbuh dalam era globalisasi dan terpapar berbagai budaya luar, termasuk anime dan manga dari Jepang. Hal ini tentu bukan hal yang buruk, bahkan bisa memperkaya khazanah budaya Indonesia.

Namun, penting juga untuk menanamkan pemahaman tentang batasan penggunaan simbol-simbol tertentu, khususnya yang berkaitan dengan kenegaraan. Kreativitas harus berjalan beriringan dengan rasa hormat terhadap identitas bangsa.

Festival Kreativitas Pemuda 2025 mungkin sudah berakhir, namun diskusi yang ditimbulkan masih terus bergaung. Semoga ke depan, ada sinergi yang lebih kuat antara ekspresi budaya, regulasi, dan semangat nasionalisme yang inklusif.